Kawasan pantai mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan, baik secara ekonomi, sosial
dan lingkungan. Salah satu kawasan yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan pantai adalah
hutan mangrove, Kondisi hutan mangrove saat ini pada umumnya dalam kondisi rusak berat, sehingga
mengganggu kelestarian lingkungan. Untuk itu upaya yang cocok untuk dikembangkan dalam pelestarian
kawasan pantai adalah wanamina (silvofishery). Wanamina (silvofishery) adalah suatau kegiatan yang
terintegrasi (terpadu) antara budidaya perikanan air payau (perikanan) dengan pengembangan mangrove
(kehutanan) pada lokasi yang sama. Penelitian ini dilakukan di pantai utara kelurahan Mangunharjo,
kecamatan Tugu, kota Semarang. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan hasil Bandeng dengan adanya
tanaman Avicennia, Rhizophora, tanpa tanaman mangrove dengan kultivan Bandeng dengan pakan alami.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan riset lapangan dan pengamatan langsung selama 4 bulan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan yang diterapkan adalah jenis tanaman mangrove Rhizophora, Avicennia dan tanpa tanaman
mangrove. Data yang diperoleh dianalisa dengan balance design analisa varians pada taraf uji 0.05%. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa kultivan Bandeng yang di budidayakan di lokasi pada tegakan Rhizophora
memberikan hasil yang terbaik, kemudian diikuti dengan Avicennia dan tanpa tanaman mangrove
Kata kunci: penerapan, Wanamina, dan wawasan lingkungan
PENDAHULUAN
Pesisir sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan mempunyai
keanekaragaman sumberdaya yang melimpah. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi
berbagai organisme yang berada di sekitarnya. Kawasan pesisir terdapat beberapa ekosistem
vital seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem hutan
mangrove. Ketiga ekosistem tersebut memiliki peranan yang sangat penting bagi organisme
baik di darat maupun di laut. Menurut Supriharyono (2009), bahwa fungsi ekosistem wilayah
pesisir bagi organisme antara lain sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah
pemeliharaan (nursery ground) dan daerah pencarian makan (feeding ground)
Hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai organisme baik darat maupun laut
(mamalia dan amphibi) seperti kepiting, udang, ikan, monyet dan lain sebagainya. Ekosistem
hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam
pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun demikian, kondisi hutan mangrove di
Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas dengan kecepatan kerusakan
mencapai 530.000 ha/tahun (Anwar, 2006).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan pengamatan langsung, yaitu dengan
melakukan uji coba langsung di lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di Kelurahan
Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian
dilaksanakan selama 4 (empat) bulan. Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan tiga perlakuan, yaitu tanaman naungan tambak: Avicennia (x1), Rhizophora
(x2) dan tanpa tanaman mangrove (x3) dengan luas masing-masing 0,5 Ha terhadap hasil
Bandeng (Y). Untuk menegaskan bahwa penerapan wanamina berwawasan lingkungan, maka
persiapan tambak diberi pupuk organik, sedangkan pemberian pakan Bandeng dengan pakan
organik (klekap, lumut). Data hasil Bandeng yang diperoleh dicatat, direkap dan tabulasi
serta dianalisis dengan balance design analisan varians dan diuji statistik dengan taraf uji
0,05 %.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi tertinggi ditemukan pada
perlakuan B, yaitu pemeliharaan benih Bandeng (Chanos chanos) pada tegakan Rhizophora
dengan nilai 155.33 kg/0,5Ha, kemudian diikuti perlakuan A yaitu pemeliharaan benih
Bandeng (Chanos chanos) pada tegakkan Avicennia dengan nilai rata-rata produksi 129
kg/0,5Ha dan yang terendah adalah perlakuan C dengan nilai rata-rata produksi 70 kg/0,5Ha
yaitu pemeliharaan Bandeng (Chanos-chanos) pada tambak yang tanpa tanaman mangrove.
Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian dapat dilihat bahwa keberadaan hutan
mangrove dapat mempengaruhi jumlah produksi dari kegiatan budidaya Bandeng yang
dilakukan. Hal ini diduga sebagai akibat dari peran mangrove itu sendiri yang mempunyai
fungsi ekologis bagi biota perairan.Menurut hasil penelitian Martosubroto dan Naamin
(1979) dalam Dit. Bina Pesisir (2004) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
luasan kawasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya. Semakin meningkatnya
luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan pun turut meningkat dengan membentuk
persamaan Y = 0,06 + 0,15 X; Y merupakan produksi tangkapan dalam ton/th, sedangkan X
merupakan luasan mangrove dalam Ha.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut: Kultivan Bandeng (Chanos-chanos) dibudidayakan pada tambak yang terdapat
tanaman Rhizopora dengan makanan organik menghasikan Bandeng yang paling baik yaitu
dengan berat 155,33 kg/0,5 Ha. Kultivan Bandeng (Chanos-chanos) dibudidayakan pada
tambak yang terdapat tanaman Avicenia dengan makanan organik menghasilkan Bandeng
dengan berat 129 kg/0,5 Ha. Kultivan Bandeng yang dibudidayakan tanpa adanya tanaman
mangrove dengan makanan organik memberikan hasil yang paling rendah yaitu 70 kg/0,5 Ha,
dengan ukuran Bandeng lebih kecil dibandingkan dengan adanya tanaman Rhizopora dan
Avicenia.